Sandiaga Uno Menuju King Maker?

Jakarta -Tak ada yang sanggup menduga keputusan politik Prabowo menentukan Sandiaga Uno sebagai Cawapres pada Pilpres 2019. Setelah melewati dramaturgi politik yang sangat sulit, kerentanan politik Prabowo terjawab sudah. Rasanya kita harus juga menghargai juga daya juang Prabowo. Terlepas menang atau kalah, majunya Prabowo dalam Pilpres 2019 merupakan kalkulasi politik yang rasional untuk melanjutkan perjuang politik Gerindra.
Lalu, benarkah keputusan politik Prabowo diselamatkan oleh Sandiaga Uno? Jawaban ini sanggup dijawab dari contoh koalisi yang terbentuk antara Gerinda-PAN-PKS. Ada pesan politik yang berpengaruh bahwa kepentingan logistik menjadi pertimbangan utama. Apalagi Pilpres dan Pileg dilaksanakan secara serentak, maka kalkulasi untuk menyelamatkan perolehan ambang batas dewan legislatif (parliamentary threshold) menjadi fokus lain dari partai-partai pendukung selain kontestasi Pilpres.
Pragmatisme politik ini sangat tampak pada keputusan politik ibarat PKS yang sebelumnya ngotot untuk mendorong Salim Segaf Al-Jufri dan Ustadz Abdul Somad --Cawapres yang direkomendasikan dalam Itjima Ulama GNPF. Sekarang lebih menentukan untuk membisu dan mendukung pencalonan Prabowo-Sandiaga, dan terkesan untuk mengabaikan hasil Itjima Ulama yang mengakibatkan patokan politik mati dari PKS dan proponen Islam politik GNPF dan FPI.
Sandi tentu paham bahwa ia tidak mempunyai kesempatan menang yang besar. Tetapi ,sebagai pengusaha ia sangat sadar bahwa harus ada lompatan-lompatan risiko politik yang besar untuk mendapat peluang kesempatan yang besar.
Politik dengan Risiko Bisnis
Sandi mengukur jalan politik dengan risiko bisnis yang besar. Pada awal pertarungan Pilkada DKI ia mematok sebagai Calon Gubernur DKI. Citra dan tingkat keterpilihan Sandiaga berkata lain, sebab ia harus puas dengan posisi Cagub. Untuk posisi Cagub, Sandi berani menjadi downgrade dengan Anies Baswedan. Setelah melawati proses politik yang sangat keras, pasangan Anies-Sandi menjadi pemenang dengan dua putaran melawan Ahok-Djarot. Orang melihat kedua pasangan ini sebagai pasangan memeable yang cocok. Sandi dengan gimmick komunikasi politik yang cenderung nyeleneh dan satir, Anies dengan gambaran sebagai pemimpin bijak dan santun.
Ada dua matahari kembar yang bersinar di Jakarta. Ada kompetisi yang tidak terlihat antara keduanya. Anies dulunya sebagai tim pemenangan Jokowi-JK dan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kemudian dikatrol oleh Sandi untuk maju bersama di DKI. Dalam kalkulasi politik yang rasional, Sandi memperlihatkan karpet bagi Anies untuk masuk gelanggang dan panggung yang lebih besar, sementara Sandi harus puas mengekor menjadi pendamping yang sedikit mempunyai kesempatan untuk dikenal luas.
Gestur Sandi pada ketika menjadi Wagub DKI harus juga dibaca sebagai upaya untuk menjadi materi percakapan publik secara luas. Lihat saja tingkah konyolnya ketika memakai lipbalm, berpose dengan jurus bangau, ditambah lagi dengan gaya ngelantur omongannya untuk mengomentari kebijakan di Jakarta. Sandi tentu tidak sebodoh itu; ia lulusan Amerika Serikat, kampus terakhinya ialah George Washington. Mentor bisnisnya bukan sembarangan, William Soeryadjaya pendiri Astra Internasional, salah satu Taipan Indonesia. Sandi juga menjadi orang terkaya ke-69 pada 2009. Perusahaannya beroperasi pada hampir seluruh sektor besar di Indonesia.
Keputusan Sandi untuk maju mendampingi Prabowo pada Pilpres 2019 didorong bukanlah untuk alasan moral sebagai anak bangsa. Sandi kali ini benar-benar memakai jurus bangau --ia membaca lapangan politik dengan serius. Jika tidak sekarang, ia tentu akan kalah dengan Anies Baswedan. Bayangkan saja bila Prabowo menggandeng Anies Baswedan? Karena menguatnya PAN dan PKS akan mengusung Anies Baswedan bila koalisi buntu.
Sandi sudah menangkap teka-teki Anies Baswedan; ia sangat paham dan sadar ketika harus mengajak Anies untuk bertarung di DKI. Sandi memelihara bahaya untuk dirinya sendiri dengan segala pengorbanannya. Dia menanggung semua logistik pada Pilkada DKI. Untuk kampanye ia menyumbang Rp 64 miliar pada putaran pertama, dan Rp 13 miliar pada putaran kedua. Belum lagi pengeluaran logistik di luar yang tidak diketahui. Pastilah ini sangat besar!
Sandi harus menguasai lomba dengan melaksanakan start lebih dulu. Dia akan melaksanakan estafet, bukan sprint, sebab memang beliau bertaruh untuk kalah pada Pilpres 2019. Pada posisi ini, ia sudah menang selangkah dari rival utamanya: Anies Baswedan --Anies yang menjadi "rising star" dengan cara menjadi petualang politik. Sedangkan, Sandi menyusun jalan politik dengan memperlihatkan transaksi dan investasi politik riil, walaupun kesimpulannya belum ia dapatkan. Bahkan, seorang Andi Arief berani membeberkan bahwa ia diminta Sandi untuk menggagalkan pencalonan Prabowo, dan mengganti pencalonan dengan Sandi-AHY.
Jalan Politik 2024
Sandiaga paham peluang menang dalam Pilpres 2019 sangat kecil. Dia harus menghadapi pasangan nasionalis-relijius Jokowi-Ma'ruf Amin, pasangan dengan vote getter yang lebih mapan dan luas dibandingkan dengan Prabowo-Sandi. Tetapi apa boleh buat, yang ingin direbut Sandi ialah panggung politik untuk 2024. Dia harus memastikan bahwa ada sumber daya politik yang akan mendukung visi politiknya.
Dengan "menyingkirkan" Anies Baswedan sebagai Cawapres Prabowo, maka jalan politiknya untuk 2024 tentu akan lebih mudah. Dia akan menjadi pilot untuk mengatur Gerindra-PKS-PAN. Bahkan bila informasi logistik benar adanya, maka bila perolehan dingklik ketiga partai ini lulus melebihi 4 persen, maka jalan politik Sandi untuk 2024 semakin terbuka lebar. Meskipun beliau mundur dari kader Gerindra, itu hanya pesan politik untuk melawan perihal dua kader Gerindra yang maju.
Jurus bangau Sandi untuk mengunci gerak politik rivalnya akan berhasil, meskipun ia kalah dalam Pilpres 2019. Saat ini beliau sudah menjadi pemenang; ia mengusir Partai Demokrat yang terang mendorong AHY untuk mendampingi Prabowo. AHY merupakan tokoh muda potensial yang akan menjadi pemimpin pada 2024. Upaya Sandi menjegal AHY sanggup jadi ia ingin serius menggarap potensi pemilih milenial yang ketika ini diasosiasikan dengan AHY. Sandi memancing Demokrat untuk merespons sendiri, dan partai tersebut memakan umpan politik Sandi. Demokrat batal gabung.
Untuk membaca taktik politik Sandi, kita harus lebih terang melihat lipatan politik yang sangat kompleks, mulai dari Pilkada DKI hingga gonjang-ganjing pencalonan Cawapres Prabowo. PAN dan PKS terbukti sanggup dijinakkan dengan hadirnya figur Sandi. Demokrat lebih dulu mundur dan dilema, apakah mendukung Prabowo atau Jokowi. Sudah telanjur mengambil jarak dengan Koalisi Prabowo. Sandi hadir sebagai "king maker" politik gres dalam Pilpres 2019. Ia tetap sama dengan huruf khas pebisnis: membuat peluang!
Teddy Firman Supardi peneliti dan Direktur Eksekutif Depublica Institute (Center for Local Development Research and Studies), associate consultant di Visi Strategic Consulting
Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com Sumber https://3i-networksnews.blogspot.com Sumber https://3i-networksonline.blogspot.com